Selasa, 27 November 2018

Hak Kekayaan Intelektual sebagai Bentuk Perlindungan bagi Pelaku Usaha


HAKI atau Hak atas Kekayaan Intelektual yaitu Hak eksklusif yang diberikan kepada personal atau kelompok sebagai bentuk perlindungan atas pencapaian tertentu.

Dalam dunia perdagangan khususnya, setiap pelaku bisnis diwajibkan memiliki Trade Mark (Merek Dagang) yang mana merek dagang tersebut diwajibkan untuk diajukan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Menurut Pasal 1 ayat 1 UU No. 20 Th 2016, “Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut -untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/ atau jasa”

Yang kemudian merek dagang tersebut digunakan pada barang/jasa yang diperdagangkan untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya. Untuk itu perlu adanya pengajuan merek dagang melalui DJKI untuk mendapat pengakuan atau hak eksklusif, sehingga menghindari segala macam pemalsuan dan peniruan di masa nanti.

Namun, untuk mendapatkan hak eksklusif atas merek dagang. Setiap pelaku bisnis/lembaga/badan hukum harus melewati proses yang panjang. Berdasarkan pada Pasal 3 UU No. 20 Th 2016 “Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar. 

Yang dimaksud dengan "terdaftar" adalah setelah pelaku bisnis/lembaga/badan hukum melakukan Permohonan melalui laman web DJKI, kemudian melalui serangkai proses pemeriksaan formalitas, proses pengumuman, dan proses pemeriksaan substantif serta mendapatkan persetujuan Menteri untuk diterbitkan sertifikat.

Dalam hal ini, pengajuan merek dapat ditolak apabila ;
a. Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.
b. Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya; Contohnya barang nya “kecap” maka merek dagang nya tidak boleh hanya “kecap”
c. Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.
d. Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi. Misal merek tersebut memiliki unsur kebohongan publik seperti tagline “rokok itu menyehatkan”
e. Tidak memiliki daya pembeda; Merk harus dibuat dengan melibatkan makna dan arti, juga menjadi pembeda dari merek lain.
f. Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum; Merek tidak boleh mengambil nama umum seperti ‘warung kopi’ untuk Merk Cafe.

Berdasarkan data statistik permohonan merek berdasarkan jenis selama 3 tahun terakhir pada laman website Direktorat Jenderal Kekayaan Indonesia menunjukkan bahwa paling banyak permohonan merek selama 3 tahun terakhir yaitu pada jenis merek Dagang.


0 komentar:

Posting Komentar